

Berbicara tentang intelektualitas, islam telah melandasi sejak awal, bahwa islam akan dapat dicerna lebih sempurna oleh orang-orang yang berpengetahuan yang dalam dan berwawasan yang luas. sebaliknya orang yang bodoh kurang dapst diharapkan menjadi muslim yang tangguh. dalam akidah sebagai unsur agama yang paling esensial, ditegaskan dalam berriman diperlukan hujah dan alasan, sekalipun berrupa pembuktian global yang rasional.
bukti otentik yang tidak dapat dibantah, pertama kali nabi Muhammad menerima wahyu adalah berupa perintah untuk belajar.
"Atas nama Allah yang Maha Pengasih - penyayang
Belajarlah, ats nama tuhanMu yang telah mencipta,
dia telah mencipta manusia,
dari segumpal daging (yang mengapung)
Belajarlah,
Tuhanmu Maha Pemurah,
yang telah mengajar dengan pena. Dia manngajar manusia sesuatu
yang belum diketahui. (Al-‘Alaq: 1-5)
- Di Bulan terdapat gunung-gunung dan jurang.
- Di Jupiter terdapat empat satelit yang mengelilinginya.
- Ternyata bintang-bintang di langit terdapat jauh lebih banyak dari dugaan yang ada.
- membenrkan pendapat Astronom Polandia Copeprnicus Nicolas (1473-1543) yang mengatakan bahwa dalam tatasurya matahari berada di pusat dan di kelilingi planet-planet termasuk bumi
ilmu fisika, bahwa Gereja akan meninjau kembali terhadap keputusannya tentang tokoh intelektual galileo galilei.
Rasa malu seperti itu samapai sekarang sulit untuk disembunyikan, dan tidak ada cara untuk menyembunyikannya. kecuali kita harus mengakui bahwa pada zaman itu intelektual belum punya peran apapun dalam kehidupan bernegara dan pembangunan, malah sebaliknya sebagai penghalang dan lawan.
Skulerisme meupakan satu faham yang dipaksakan untuk lahir oleh kondisi yang rawan dan tercekik oleh paradox. Atheisme juga mungkin dapat dimaklumi bila alsannya karena meragukan kebenaran agama yang terbukti menindas intelektualitas dan bertentangan pada penialaian bahwa semua agama itu sama.
Berbeda halnya dengan seorang intelektual muslim Imam Ibnu Hambal (164-241 H.) dikejar-kejar oleh pemerrintah
Dinasti Abasiyah untuk diangkat sebagai hakim agung di Yaman, tetapi dia tetap menolak.
Demikian juga Imam Ibnu Hambal pernah juga dibantai oleh khalifah Makmum, tetapi bukan pembanataian penguasa terhadap intelektual, melainkan konflik dan pertikaian sekteriannisme intelektual, antara Sunny dan Mu’tazilah. Karena khallifah Makmum juga termasuk intelektual hanya dia memihak kepada Mu’tazilah, yang ingin memaksakan pendapatnya keapda seluruh rakyat untuk
mempercayai bahwa AL-Qur’an itu makhluq.
Beliau dicambuk dan jebloskan dalam penjara 28 bulan. Penindasan terhadap Ibnu Hambal berkelangsungan samapi Makmum meninggal dunia dan digantikan oleh khalifah Al-Mu’tashim, setelah Al- Mu’tashim meninggal dunia dan digantikan oeh khalifah Al-Watsiq penindasan semakin menjadi-jadi. Baru setelah Watsiq meninggal dunia dan dan digantikan oleh Al-Mutawakkil. Imam Ibnu Hambal dibebaskan dan dimuliakan, dipanggil menghadap khlaifah dan diberi hadiah baju kebesaran. Baju itu dipakai dan setelah keluar dari istana dan dilepaslagi dengan dicampakkan sambil menangis "bertahun-tahun aku ditindas mereka, sekarang setelah aku tua akiu ditindas lagi dengan harta mereka".
Dalam perjalanan sejarah peran intelektual dalam pembangunan bangsa, mengambil bentuk lain, yaitu pemaksaan yang terbalik, intelektual dipaksa untuk mengabdi kepada negara, dengan segala macam cara pemakaan. sehingga menjadi model terjadi penculikan golngan intelektual, seperti Al-bairuni ahli fisika yang nama aslinya Abu Raihan, diculik dari India ke Baghdad.

Sejauh mana intelektual daapt berperan dalam pembangunan, malah terjerembab dalam kubang problematika baru, yaitu hijrahnya intelektual dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju dan kaya. Negara-negara berkembang telah bekerja keras untuk menciptakan golongan intelektual supaya nantinya daapt mengabdi kepada negaranya, setelah berhasil hijrah ke negara kaya, pasalnya karena negara kaya lebih banyak
memberikan fasilitas.
Namun demikian masih menjadi pertanyaan, apakah mereka hijrah itu karena teratrik kemewahan negara kaya ataukah karena terdorong oleh kondisi politik di negaranya sendiri.
Salah satu surat kabar di Indonesia menurunkan tajug rencana, yang isinya sekedar memberikan bahan renungan, seorang mahasiswa Indonesia yang pulang dari luar negeri, berhasil menggondol ijazah tinggi sebagai ahli bedah. diploma yang pulang itu sungguh memakan biaya yang banyak dan perjuangan yang panjang. sesampai di pelabuhan udara tidak ada seorangpun yang menjemputnya persis seperti ayam linglung mencari kandang. Tetapi sebaliknya seorang warga negara yang kepintarannya memukul bola, karena menang dalam pertandingan bulu tangkis, kepulangannya disambut dengan meriah seperti pulangnya seorang pahlawan, dijemput secara besar-besaran, dikalungi bunga dan arak-arakan sepanjang jalan.
Terlebih lagi di berbagai negara berkembang di SAia dan Timur Tengah, banyak intelektual yang tidak dapat berperan apapun, malah sebaliknya setiap langkahnya dikuntit dan dicurigai.
Masyarakatnya malah lebih kejam lagi, yang bodoh tidak tahu mengahrgai ilmu dan yang kaya memenfaattkan ilmu mereka untuk menimbun kekayaan mereka.
Namun demikian, nampaknya ada keinginan bersama dinkalangan intelektual generasi sekarang ini. Seperti di
Indonesia pada masa pembangunan sekarang ini, fungsionalisasi intelektual mulai diberikan kesempatan. tetapi terburu menghadapi problema lain, yaitu banyaknya pegawai-pegawai negeri yang bermutu lari ke perrusahaan-perusahaan swasta yang gajinya jauh lebih besar. seorang dosen fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyerukan suapaya gaji pegawai negeri dinaikkan untuk mencegah berkelanjutannya pelarian pegawai negerri yang bermutu tinggi ke perrusahaa-perusahaan swasta. Bagaimana realisasinya? Belum jelas.
Kesepakatan mayoritas intelektual generasi dewasa ini berada pada masalah bagaimana menghindarkan kemanusiaan dari problematika masa kini dan melindungi keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai manusia baik di bidang keilmuan maupun di bidang pembangaunan fisik dan kemajuan teknologi. keinginannya iu tercermin dengan terbentuknya badan dan lembaga-
lembaga internasional yang membidangi ilmu pengetahuan, pendidikan ekonomi dan sosial.
Intelektual muslim, di dalam wadah tersebut yang merupakan forum internasional, nampaknya masih sangat terbatas sekali, baru dapat menggapai kerangka dan lapisan luar, belum mencapai isi. mereka baru sekedar mempunyai slogan bahwa islam mempunyai obat yang mujarrab untuk mengobati krisis kemanusiaan dewasa ini. Tetapi bagaimana merealisasikan impian itu, sehingga mereka dapat berperan atau mengambil peranan penting bila dapat? juga masih perrlu banyak ngomong lagi.
Untuk itu kita kta perlu banyak merenung,
bahwa bola bumi yang dulu kita istilahkan
sekarang telah berganti istilah dengan global village, akibat semakin canggihnya transportasi dan komunikasi. sehingga perbatasan antar negara, perbatasan antar kebudayaan, pemikiran, sosial dan lainnya telah roboh. Sulit sekarang kita mengaku punya etnis murni dalam bidang apapun. peristiwa apapun, baik besar atau peristiwa kecil yang terjadi di sudut bumi sebelah san, secar cepat akan memberikan pengaruhnya yang sangat cepat ke bagian bumi yang lain. Baik peristiwa itu terjadi di atas meja politik, di ruang kelas, di pabrik maupun di pasar.
Pengaruhnya dari suatub peristiwa merembah ke segala spek kehidupan yang beraneka ragam. Peristiwa itu mungkin bermula di bidang politik atau ekonomi atai sosial tetapi lalu dampaknya akan menjalar ke segala bidang samapi ke masalah peribadatan yang tadinya hampir sudah dianggap baku. Sehingga ternyata peran intelektual dewasa ini semakin sulit, semakin komplek dan semakin tak menentu untuk membangun kemanusiaan. sehingga diperlukan ditingkatkannya pendayagunaan rasional, penelitian yang mendalam dan perencanaan yang matang. Dalam hadits Nabi, dijelaskan, bahwa pada suatu hari akan terjadi, waktu dan tempat menjadi sangat dekat. Seseorang keluar rumah di pagi hari sebagai muslim sewaktu pulang sore menjadi kafir, demikian pula ada seseorang keluar rumah di pagi hari sebagai kafir sewaktu pulang sore menjadi muslim, hal ini disebabkan semakin padatnya jalur komunikasi, transportasi dan telekomunikasi.
Untuk itu pula, intelektual muslim dalam membangun dunia yang aman dan damai jangan didasarkan pada pola Islam Timur melawan Barat. demikian pula dari fihak Barat jangan menilai Islam sebagai senjata Timur untuk balas dendam kepada Barat.
DAri pengalaman sejarah dapat dibuktikan
bahwa Allah swt. telah berfirman bahwa "Allah mengajar manusia sesuatu yang belum diketahui", semata-mata adalah berdasarkan kepada undang-undang yang
dapat menjamin kebersamaan manusia dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. bila para nabi itu munculnya dari sejak zaman nabi Nuh samapi Nabi Muhammad Saw. adalah di timur, ini sebagai pertanda bahwa Timur mempunyai spesialisasi kerohanian, kerasulan, peribadatan dan kemasyarakatan. Bila barat sejak Archimides (287-212 SM) samapi sekarang selalu menajdi pioneer dalam membawa ilmu pengetahuan Allah dalam bergaul dengan alam lingkungannya, ini sebagai pertanda bahwa barat mempunyai spesialisasi kebendaan yang dapat menyingkap kenikmatan Allah di bumi ini. Intelektual dari kedua belah fihak dalam bidang yang berbeda diminta peran
sertanya dalam membangun kemanusiaan
yang adil dan beradab, kehidupan bersama di muka bumi yang aman dan damai. Bila demikian firman Allah "Sesungguhnya ini adalah umatmu yang satu dan aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah aku". (3) baru akan menjdi kenyataan.
madsalah kemanusiaan ini bermula dari masa lalu, dan sekarang sedang berlangsung, kemudia akan diteruskan ke masa yang akan datang. untuk itu diperlukan intelektual yang mengerti perdaban masa lalu, memahami masalah- masalah masa kini dan dapat melukis harapan di masa mendatang.
Dalam mengidentifikasikan problematika masa kini, langkah awalnya ialah diagnosa
penyakit dalam dasar-dasar peradaban modern, bukan pada cabang-cabangnya. Karena penyakit ini telah menjalar dan samapi sekarang masih terus menjalar ke segala aspek kehidupan, ekonomi, politik, sosial dan alam fikiran, seperti kangkerr darah yang menjalr keman-mana.
Penyakit yang paling mendasar, yang sangat ditentang keras dalam Al-Qur’an adalah penyakit kemewahan dan foya- foya. Affluent Society selalu dipenghujungnya selalu kehancuran. Allah
berfirman "Apabila kami berkehendak untuk menghancurkan suatu negeri, maka
kami perintahkan orang-orang kayanya untuk berfoya-foya melakukan segal kejahatan di negeri itu, maka negeri itu mendapat hukuman lalu kami hancurkan sehancur-hancurnya" (4).
Sifat dari orang-orang yang bergaya hidup foya-foya selalu menentang apa saja
yang bersifat reformasi. Allah berfirman "Tiada kami utus seorang Rasul ke Suatu negeri kecuali orang yang bergaya hidup foya-foya selalu berkata’kami tidak perecaya terhadap misimu’ .... (5).
Setelah disinyalir, kita terjebak melihat fakta banyak kaum intelektual yang menilai kemakmuran materi dan kesenangan jasadi merupakan tujuan terakhirr bagi pembangunan dan kemajuan.
Sehingga pengertian berekarya terbatas hanya dimengerti sebagai penghasilan usaha pribadi, bukan sebagai amal bakti terhadap masyarakat manusia. Akibatnya dapat kita rasakan keyakinan masyarakat, bahwa seorang wanita yang kerja di restoran, apbrik atau sebagai baby sitter dianggap sebagai orang yang punya pekerjaan, sedangkan wanita Nyonya Rumah Tangga yang bekerja di rumah dan
mengasuh anak-anaknya, dianggap sebagai pengangguran.
Yang lebih parah lagi, intelektual sekarang, terbukti telah menjadi instrumen orang-orang kaya yang bergaya hidup berfoya-foya. Mereka dieksploitir dengan imbalan materi yang lumayan. Tetapi tidak sadar dirinya telah membantu golongan yang nantinya akan menajdi sebab rusaknya negeri itu.
Intelektual muslim dalam berperan untuk membangun diperlukan koreksi diri, sehingga tujuannya jelas, yaitu untuk menyelamatkan kemanusiaan. Reaksi yang timbul dari akibat berkonfrontasi melawan kebatilan tidak mempengaruhi jati dirinya. Seperti telah diberi contoh oleh nbi MUhammad saw. beliau tidak menimbulkan reaksi di dalam dirinya dalam mengahdapi sikap Quraisydan orang-orang Persi.Seperti juga daapt kita contoh sikap Ali bin Abi Thalib dalam perang Khoibar. Ketika bertarung dengan seorang Yahudi. Orang Yahudi itu jatuh tersungkur ke tanah, Ali sudah menghunus pedang ingin menebas leher Yahudi itu, tiba-tiba Yahdi itu meludahi muka Ali. Ali terhenti, tidak jadi menebas leher Yahudi itu, karena Ali mengoreksi diri lagi, seraya berkata kepada Yahudi itu :"Aku sudah bertekad akan membunuhmu demi Allah, tetapi setelah engkau meludahi mukaku, ternyata di dalam diriku ada satu kesamaran dan kebimbangan, apakah aku membunhmu karena Allah ataukah karena kemarahan yang ada dal;am diriku ....".
(Tulungagung, Kertasemaya-Indramayu, 21 Desember 1994)
