Menyikapi Perayaan Tahun Baru

adsense 336x280

Ratusan juta penduduk
Indonesia mayoritas umat Islam
diperkirakan merayakan datangnya
peralihan tahun baru 2012 yang tinggal
hitungan jam saja. Dengan datangnya tahun baru nanti diharapkan kehidupan
bangsa-bangsa di dunia khususnya di
Indonesia semakin baik.
Walaupun para ulama banyak yang
mengharamkan umat Islam ikut-ikutan
merayakan tahun baru Masehi namun pencerahan dari kalangan ustadz dan guru
agama itu kurang mendapat perhatian
dari masyarakat. Alasannya, seluruh dunia
merayakannya dan mereka bersikeras
tidak ada sangkut pautnya dengan kaidah
agama, melainkan milik semua orang di dunia.
Kita yakin dan berharap tidak ada dari
kalangan umat Islam yang ikut
merayakan datangnya tahun baru Masehi
untuk meniru dan menyemarakkan ritual
agama lain. Dan mungkin hanya sebagian saja sekadar ikut-ikutan takut dibilang
tidak anak gaul.


Sedikit sejarah tahun baru Masehi pertama
kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45
SM. Tidak lama setelah Julius Caesar
dinobatkan sebagai Kaisar Roma. Sebelum Caesar terbunuh dia mengubah nama
bulan Quintilis dengan namanya, yaitu
Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan
Sextilis diganti dengan nama pengganti
Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi
Agustus. Saat ini, tahun baru Masehi-- 1 Januari-- dijadikan sebagai salah satu hari
suci umat Kristen dan Yahudi. Namun
kenyataannya, tahun baru itu sudah lama
menjadi tradisi sekuler yang
menjadikannya sebagai hari libur umum
untuk warga dunia, termasuk Indonesia dikarenakan umat Islam banyak tidak
mengetahui sejarahnya.
Memang di kalangan ulama saja berbeda
pendapat seputar merayakan tahun baru
Masehi ini. Kelompok Ustadz Yahya
Tambunan tegas mengharamkannya meskipun dilakukan kegiatan zikir dan
mengakhirinya dengan pembakaran
kembang api. Sedangkan kelompok M.
Hatta dan Hasan Bakti Nst
membolehkannya tergantung niat. Jika
dimaksudkan untuk menyemarakkan kegiatan agama lain tentu tidak
dibolehkan, tapi kegiatan zikir
menyambut tahun baru itu lebih baik
.

Hemat kita, MUI pusat dan MUI daerah
punya kewajiban memberikan informasi pencerahan dan mengedukasi umat Islam
terkait dengan upaya menyemarakkan
tahun baru Hijriyah dan melarang
umatnya ikut-ikutan merayakan tahun
baru Masehi. Sayangnya, fungsi MUI masih
belum berjalan dengan efektif sekalipun sudah berdiri sejak 1975. Di antara fungsi
yang diemban MUI --tempat
berkumpulnya para ulama dan
cendekiawan muslim-- adalah melakukan
amar makruf nahi munkar, membimbing
dan pelayanan umat, serta membuat fatwa.
Tahun baru Islam (Hijriyah) baru saja
berlalu dengan kondisi serba apa adanya,
jauh dari meriah. Umat Islam belum
banyak yang tergerak hatinya untuk
melakukan perubahan dengan mencintai sejarah Hijriyah ketimbang sejarah Masehi.
Akibatnya berbagai kegiatan terkait
peringatan tahun baru Hijriyah hanya
dihadiri sebagian kecil umat Islam di kota-
kota besar saja. Padahal, panitia sudah
berupaya membuat dan mendatangkan penceramah kondang dan artis Islami dll.
Akan sangat bertolak belakang dengan
peringatan tahun baru Masehi. Masyarakat
dari segala umur dan etnis menyambut
merayakannya di jalan-jalan, hotel-hotel,
lapangan terbuka, lokasi wisata tanpa diundang bahkan harus membayar mahal.
Mereka pesta semalam suntuk, meniup
terompet, membakar kembang api,
berjoget ria, bahkan pesta minuman keras
dan melakukan seks bebas. Situasinya
dibuat serba modern, gemerlap, dan hura- hura.
Yang membuat kita prihatin adalah
pelakunya banyak dari kalangan generasi
muda Islam sehingga dapat dipastikan
mereka selama ini kurang mendapatkan
pendidikan agama secara benar di sekolah maupun di dalam keluarganya. Jika saja
mereka tahu sejarah tahun baru Masehi
pastilah tidak akan ikut merayakannya.
Memang dalam Islam haram kita
meniru ritual atau meniru cara-cara umat
dari agama lain, seperti valentine days, april mo, natal dll. Islam punya aturan sendiri, namun tidak boleh ditambah-
tambahi juga bisa menjadi bid’ah. Itu
sebabnya sebagian ulama selalu berbeda
pendapat dalam merayakan tahun baru
Hijriyah apalagi dalam merayakan
datangnya tahun baru Masehi semakin berbeda pendapatnya. Sebagian ulama
menyatakan tidak ada ritual khusus dan
doa-doa khusus terkait dengan tahun baru
Hijriyah, apalagi Masehi, sehingga
mengadakan zikir pun tidak ada
ketentuannya—kata sebagian ulama. Namun kita sepakat terpulang dari niatnya
harus islami. Jika niatnya untuk
beribadah, mendekatkan diri kepada Sang
Pencipta (Allah SWT) tentunya boleh kapan
dan di mana saja, tidak terkecuali pas pada
peringatan datangnya tahun baru Masehi.

Selamat tinggal 2011 dan selamat
datang 2012. Mudah-mudahan Allah SWT
melindungi kita semua. Amin.

+ Intisari:
Yang pasti, tidak dibolehkan menyambut
datangnya tahun baru Islam dengan cara-
cara yang tidak islami, apalagi merayakan
tahun baru Masehi.
(dat15/waspada)

Dikutif dari : www.waspada.co.id

By Abdulloh Nawawy Al Sundawy adsense 336x280